Selasa, 22 November 2011
"nostaLgia" wedjangan pinisepuh: mbok menowo sliramu moro dhayoh sak paran paran, ojo mung nguntal sok glogok anane tembung sanepan: "dhayoh kuwi Ratu..." nanging ngertenono, menowo: "tuan rumah kuwi Dewo... !". mulo yo ngger,,, lali-lali den elingo ojo nganti lali: sing pinter olehmu ngengerke awak, ojo sok nduweni patrap adigang adigung adigono sopo siro sopo ingsun, ojo nganti nyulani atining liyan, ojo nganti pedhot ilat mergo pangucapmu, ojo nganti pedhot gulu mergo tumindakmu... lembah manah andhap asor tepo sliro kudu mbok' enggoni, sekabehing solah bowo muno lan muni mu, tansah anganggo'o totocoro lan totokromo,,, becik kuwi yo kudu bener, bener kuwi yo anane mung kanggo bebener. *surodiro jayaning kang rat, suro brastho cekap ing olah darmastuti* Rahadjeng sagung Dumadi
Senin, 14 November 2011
BANYU SUCI PERWITASARI
BANYU SUCI PERWITASARI ; Bergerak dengan Rasa dan Batin
DALAM upaya menggapai kesempurnaan hidup, kebudayaan Jawa mengajarkan agar masyarakat hidup tidak sekadar mlaku (bergerak). Namun juga harus didasari lelaku (olah rasa dan batin). Karena semua itu, berkaitan dengan Yang Maha Kuasa. Setiap gerak dalam kehidupan bukan hanya perpindahan fisik. Tidak hanya berdasar pada hitungan rasio. Namun ada laku batin dan olah rasa karena semua perbuatan pasti ada pertanggungjawabannya. Ajaran menggapai kesempurnaan hidup tersebut bisa ditemukan dalam lakon Banyu Suci Perwitasari. Lakon ini mengisahkan Bima yang atas perintah gurunya (Begawan Drona) mencari Banyu Perwitasari. Dalam perjalanannya, ia bertemu Dewaruci yang persis dengan dirinya namun dalam ukuran kecil. Bima masuk ke badan Dewaruci melalui telinga kanan. Dalam tubuh Dewaruci, Bima samadi dengan pikiran dan perasaan yang bersih (Cipta Hening). Dalam samadi ini, Bima menerima Terang atau wahyu sejati yaitu manunggaling kawula Gusti, kesatuan manusia dengan Tuhan. Dalam jati diri terdalam, manusia bersatu dengan Tuhan. Kemanunggalan ini yang menjadikan manusia mampu melihat hidup yang sejati, atau dalam istilah kejawen, mati sakjroning urip, urip sakjroning mati. Inilah perjalanan rohani untuk masuk dalam samudera menanging kalbu (samudera di dalam kalbu). Cerita ini sangat kental mengandung ajaran Islam. Kendati Bima sebenarnya tokoh dari epos Mahabharata yang masih menganut Hindhuistik, namun oleh pujangga dan para wali dijadikan pemeran utama dalam hal mencari kesempurnaan hidup ala sufisme. Dengan demikian, cerita Dewaruci merupakan lakon pedalangan yang mengandung unsur tasawuf. Cerita ini terbilang sangat populer di kalangan masyarakat yang senang belajar kebudayaan Jawa. Bahkan masyarakat dari mancanegara pun tidak sedikit yang terkesima dengan cerita ini. Hal tersebut disebabkan karena esensi cerita Bima merupakan perjuangan manusia yang mencari kesempurnaan hidup.(sumber-KEDAULATAN RAKYAT)
Sabtu, 05 November 2011
Ecko File: Kidung puisi Arya Dwi Pangga
Ecko File: Kidung puisi Arya Dwi Pangga: (Pangeran kegelapan) ™ “…aku datang dari balik kabut hitam…aku mengarungi samudera darah…akulah pangeran kegelapan…kan ku remas matahari...
Langganan:
Postingan (Atom)