Laman

Cari Blog Ini

Senin, 15 Agustus 2011

UntukRenungan Hidup

Ada beberapa tingkatan kualitas
manusia. Manusia bodoh, Manusia
Pintar, Manusia Licik dan Manusia
Beruntung. Manusia bodoh,
dikalahkah manusia pintar. Manusia
pintar sering kalah oleh manusia
licik. Dan manusia licik tidak bisa
mengalahkan manusia beruntung.
Dengan kata lain, manusia
beruntunglah termasuk manusia
dengan kualitas yang tidak
terkalahkan.
hidup digambarkan seperti aliran air
di sungai. Sebelah pinggir kali
bernama kesenangan, sebelahnya
lagi bernama kesedihan.
Sebagaimana kehidupan yang
sebenarnya, ada saatnya kita
terhenti di pinggir kali kesenangan,
ada kalanya terhenti di pinggir kali
kesedihan. Apapun nama dan jenis
pinggir kalinya, tidak perduli kita
sedang senang atau sedih, sang
hidup akan senantiasa berjalan.
Sehingga, siapa saja yang
memusatkan perhatian pada
pemberhentian sementara di pinggir
kali, ia pasti tidak puas. Sebab,
pinggiran kali hanyalah bentuk lain
dari kesementaraan. Keabadiaan,
demikian keberuntungan-
keberuntungan terakhir
mengajarkan ke saya, ada dalam
kenikmatan untuk mengalir dengan
sang perubahan.
Dalam keheningan kesadaran seperti
ini, saya (dan juga Anda ?) memang
tidak pernah lahir dan tidak akan
pernah mati. Yang mati dan lahir
hanyalah tubuh. Dan diri ini yang
terus mengalir tidak mengenal
kamus kelahiran dan kematian.
Sama dengan air yang mengalir di
sungai, yang tidak hilang dibawa
matahari, maupun tidak hilang
ditelan bumi, ia menghadirkan
gemercik-gemercik kegembiraan.
Banyak manuasia memang
mendapat banyak dipuji dan
dilayani. Dan saya paham, jabatan
dan atribut-atribut sejenislah yang
membuatnya demikian. Suatu saat
ketika atribut itu tidak ada, bukan
tidak mungkin makian dan
kebencian yang datang. Dan ini juga
ditujukan pada ketiadaan atribut.
Dan manusia yang mengalir
memang tidak pernah disentuh
pujian dan makian. Jadi kenapa
mesti tertawa ketika dipuja, dan
kenapa juga mesti berhenti
bernyanyi ketika dimaki ? Bukankah
keduanya tidak ditujukan pada diri
ini yang terus mengalir ?.
kenapa manusia bisa begitu berat
dalam menjalani hidup dan
kenapajuga dia bisa merasa terbang,
Dalam bahasa yang lugas sekaligus
cerdas, ada seorang yang
mengaitkan kedua hukum fisika ini
ke dalam dua hukum kehidupan:
“Hate is under the law of gravity,
love is under the law of levitation.”
Kebencian berkait erat dengan
gravitasi karena mudah sekali
membuat manusia hidup serba
berat dan ditarik ke bawah. Cinta
berkaitan dengan gerakan-gerakan
ke atas. Karena hanya cinta yang
membuat manusia ringan dan
terbang ke atas. Sungguh sebuah
bahan renungan kehidupan yang
cerdas dan bernas.
Kembali ke soal hidup manusia yang
serba berat, tidak ada manusia yang
bebas sepenuhnya dari masalah.
Bahkan ada yang menyederhanakan
kehidupan dengan sebuah kata:
penderitaan! Hanya saja kebencian
berlebihan yang membuat semua
ini menjadi semakin berat dan
semakin berat lagi. Ada yang benci
pada diri sendiri, ada yang
membenci orang tua, suami, istri,
teman, tetangga, atasan kerja,
sampai dengan ada yang membenci
Tuhan.
Kenapa kita harus benci, jika itu
membuat dirikita terbebani kenapa
kita tidak pasarh untuk mencintai,
Ada yang menyebut ini dengan
emptiness. Sebuah terminologi
timur yang amat susah untuk
dijelaskan dengan kata-kata
manusia. Namun Dainin Katagiri
dalam Returning to Silence,
menyebutkan: “The final goal is that
we should not be obsessed with the
result, whether good, bad or
neutral.” Keseluruhan upaya untuk
tidak terikat dengan hasil. Itulah
keheningan. Sehingga yang tersisa
persis seperti hukum alam: kerja,
kerja dan kerja. Dalam kerja seperti
ini, manusia seperti matahari.
Ditunggu tidak ditunggu, besok pagi
ia terbit. Ada awan tidak ada awan,
matahari tetap bersinar. Disukai atau
dibenci, sore hari dimana pun ia
akan terbenam.
Mirip dengan matahari
yang tugasnya berbeda
dengan awan dan
bintang. Kita manusia
juga serupa. Pengusaha
bekerja di perusahaan.
Penguasa bekerja di
pemerintahan. Pekerja
bekerja di tempat
masing-masing. Penulis
menulis. Pertapa
bertapa. Pencinta yoga
beryoga. Pengagum
meditasi bermeditasi.
Semuanya ada
tempatnya masing-
masing. Ada satu hal
yang sama di antara
mereka: “Menjadi
semakin sempurna di
jalan kerja”. Soal hasil,
sudah ada kekuatan
amat sempurna yang
sudah mengaturnya.
Keinginan apalagi
kebencian, hanya akan
membuatnya jadi berat
dan terlempar ke bawah.

Tidak ada komentar: